Arab Saudi telah menghentikan paket bantuan senilai US$3 miliar atau sekitar Rp40,5 triliun kepada Angkatan Darat Lebanon untuk membeli senjata Prancis.
Kantor berita Saudi SPA, mengutip sumber resmi Jumat 20 Februari 2016 mengatakan bahwa kerajaan juga membatalkan bantuan lain senilai US$ 1 miliar untuk layanan keamanan internal Lebanon.
Langkah ini telah digambarkan sebagai penegasan posisi Saudi terhadap pemerintah Lebanon yang dinilai lemah secara politik.
“Ini menunjukkan ada pertimbangan dari kerajaan bahwa pemerintah Lebanon memiliki kontrol sangat sedikit atas urusan negara dan justru Hizbullah serta Iran memiliki kontrol mayoritas atas urusan di Lebanon,” kata Riad Kahwaji, CEO of the Institute for Gulf and Near East Military Analysis, sebuah lembaga tink tank yang berbasis di Dubai.
“Hizbullah telah menghalangi terpilihnya presiden baru di Lebanon, dan lebih jauh lagi sesuai pernyataan resmi Saudi karena kurangnya Lebanon mendukung Arab Saudi di arena politik internasional seperti Liga Arab di mana Lebanon menolak dukungan bulat posisi Arab mengutuk serangan terhadap Kedutaan Besar Saudi di Iran, ” kata Kahwaji sebagaimana dikutip Defense News. “Ini sangat ofensif bagi Saudi, di samping laporan negatif Lebanon dari Hizbullah terhadap Arab Saudi”.
Tentara Lebanon menerima batch pertama senjata Prancis pada 20 April 2015. Pada saat itu, Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan pengiriman akan mencakup puluhan kendaraan lapis baja dan senjata artileri modern, seperti kendaraan sistem artileri Caesar 155mm, serta berbagai jenis senjata.
Menurut seorang pejabat senior militer Lebanon, pengiriman senjata pertama termasuk rudal terutama anti-tank dipandu.
Masuk dalam daftar belanja termasuk 250 kendaraan tempur dan transportasi, tujuh helikopter serang Cougar, tiga kapal perang korvet kecil, dan berbagai peralawan pengawasan dan komunikasi.
Pengiriman akan dilakukan selama empat tahun sebagai bagian dari program modernisasi US$ 3 miliar.
Kontrak tersebut juga untuk memberi tujuh tahun pelatihan bagi 70.000 Tentara Lebanon dan 10 tahun pemeliharaan peralatan.
Selain bantuan militer senilai US$3 miliar, Arab Saudi juga telah berjanji memberi tambahan hibah US$1 miliar untuk membeli senjata dan peralatan untuk Tentara Lebanon dan pasukan keamanan untuk membantu mereka dalam pertempuran yang sedang berlangsung melawan terorisme.
Selanjutnya, Arab Saudi juga mendanai pembelian Lebanon dengan pembelian enam pesawat serang ringan A-29 Super Tucano.
Pada tanggal 9 Juni 2015, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan persetujuan dari penjualan militer asing dengan perkiraan biaya US$462 juta. “Ini adalah penjualan militer yang akan terus berjalan,” kata Kahwaji. “Ini didanai melalui hibah Saudi US$1 miliar yang diberikan akhir 2014.”
Kahwaji mengatakan penjualan Super Tucano telah mencapai tingkat lanjutan dan tidak akan terpengaruh dengan pembatalan bantuan ini selain jika dibatalkan Saudi akan mendapat hukuman denda yang cukup berat.
Transaksi dengan Amerika juga diperkirakan tidak akan terpengaruh karena penawaran cepat dan dinegosiasikan secara langsung, ditambah sebagian telah dicairkan.
Namun, bantuan senjata Prancis pasti terpengaruh. Karena dana itu seharusnya dihabiskan selama tiga tahun. Beberapa jumlah telah dibayar tapi yang tersisa harus menghabiskan lebih dari dua tahun ke depan.
Pasukan keamanan telah menerima beberapa peralatan yang dibutuhkan, seperti kendaraan udara tak berawak, amunisi, perangkat komunikasi dan suku cadang. “Saya menduga senjata Ceaser mungkin akan terpengaruh selain lima kapal patroli lepas pantai 57 meter serta helikopter Cougar dan sistem radar dari Thales, katanya.
Bantuan yang diberikan oleh Arab Saudi serta negara-negara Amerika telah meningkatkan kemampuan Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF) meningkat hingga sekitar 30 sampai 40 persen. Selama delapan setengah tahun terakhir Lebanon telah menerima bantuan militer AS senilai US$ 1 miliar.
Sumber: jejaktapak.com
0 komentar:
Posting Komentar