Night Diamond Slide Glow

Senin, 29 Februari 2016

Persenjataan NATO Kronis


Jaap de Hoop Scheffer, mantan Sekretaris Jenderal NATO dan Jenderal Inggris Richard Shirreff, yang menjabat sebagai Wakil Panglima Tertinggi Sekutu Eropa, menegaskan bahwa peralatan tempur sebagian besar anggota blok, termasuk yang utama, menderita kekurangan dana kronis dan kemampuan kritis.

Dalam laporannya Scheffer dan Shirreff menyampaikan bahwa dari 31 helikopter Tiger di gudang Bundeswehr Jerman hanya 10 yang dapat digunakan, sedangkan dari 406 kendaraan lapis baja infanteri Marder hanya 280 yang berfungsi dengan baik.

Ahli militer Inggris Shirreff juga mengkritik kemampuan divisi tempur Inggris. Dia mencatat bahwa penyebaran mereka akan menjadi tantangan besar.

Pravda.Ru melaporkan bahwa analis militer dari Rand Corp Amerika merilis sebuah laporan di mana mereka memperkirakan peluang NATO sangat kecil jika berperang melawan Rusia dalam Baltik. Saat mereka menyimpulkan, Rusia dapat mencapai Estonia dan memukul mundur NATO dalam 36 jam.

S-300 Ditempatkan di Depan Pintu Rumah NATO


Belarusia menyebarkan empat sistem rudal anti-pesawat S-300 yang diterima dari Rusia untuk ditempatkan di Polotsk. Menurut foto dari satelit komersial Digital Globe, persiapan penempatan telah dilakukan di daerah dekat perbatasan NATO, yaitu hanya 80 km dari Latvia sejak 2014. Demikian dilaporkan Pravda.ru

Ahli Barat mengatakan bahwa Belarus berencana untuk menyebarkan empat kompleks rudal S-300. Dan tidak diketahui apakah rudal ini milik Rusia atau Belarusia.

Perlu dicatat bahwa Kantor Berita Belarusia Belta mengutip pernyataan dari Angkatan Udara Belarusia dan Komandan Pertahanan Udara Oleg Dvigalev melaporkan pada 9 Februari 2016 bahwa tiga divisi S-300 telah tiba ke Belarusia dari Rusia dan divisi keempat diharapkan akan segera disampaikan.

NATO telah mengerahkan enam basis operasi di perbatasan barat laut Rusia. “Tapi kemudian sistem yang kuat pertahanan telah muncul di wilayah Kaliningrad, yang mampu menetapkan zona larangan terbang pada area yang cukup luas,” tulis Pravda.ru pada 24 Februari 2016 lalu.

5 Senjata Rusia yang Sukses dalam Debut Mematikan di Suriah


Kampanye udara sedang berlangsung Rusia di Suriah tidak akan menjadi game changer tanpa bantuan dari beberapa senjata paling canggih negara. Dan berikut lima senjata yang bisa dikatakan sukses dalam debut mereka di perang ini.

Jet Tempur Su-35


Pesawat tempur bomber Sukhoi Su-34 yang diadopsi oleh Pasukan Aerospace Rusia pada tahun 2015, telah dikerahkan ke Suriah sejak awal kampanye. Pada tahun 2016 kontingen pesawat Rusia yang ditempatkan di Pangkalan Udara Hmeymim selanjutnya didukung oleh empat jet tempur multirole Sukhoi Su-35S. Kinerja tempur mengesankan pesawat ini telah menarik perhatian banyak calon pembeli dari seluruh dunia.

Rudal Kalibr


Pada Oktober 2015 dunia tiba-tiba menyadari bahwa Rusia memiliki rudal jelajah jarak jauh canggih. Pesan itu disebarkan ketika Armada Kaspia Angkatan Laut Rusia meluncurkan rudal Kalibr-NK ke sejumlah target di Suriah yang berjarak ratusan mil. Masih banyak parameter rudal jelajah ini yang dirahasiakan tetapi rudal ini dipastikan memiliki jangkauan efektif 350 kilometer ketika digunakan terhadap sasaran angkatan laut dan dapat menekan aset di atas darat dari jarak hingga 2.600 kilometer.

Bomber Tupolev Tu-160


Pembom strategis Tupolev Tu-160, yang juga dikenal sebagai ‘White Swan’ di Rusia dan disebut ‘Blackjack’ di luar negeri merupakan sistem pengiriman senjata nuklir yang mampu melintasi jarak hingga 14.000 kilometer tanpa mengisi bahan bakar. Di Suriah, pembom ini sukses menghantam banyak target ISIS menggunakan persenjataan konvensional, seperti bom dipandu KAB-500, rudal dipandu laser Kh-29L dan rudal jelajah udara Kh-101.

TOS-1A Solncepiek


Peluncur roket KL-1A Solntsepyok ( ‘Blazing Sun’) juga telah terbukti menjadi senjata yang efektif dalam konflik Suriah. Proyektil thermobaric sangat efektif di daerah pegunungan karena gelombang ledakan mereka beresonansi dan mendorong dalam lingkungan terbatas. Hal ini cocok untuk memukul ISIS yang berusaha untuk menggunakan posisi tinggi di pegunungan sebagai keunggulan mereka atau berlindung di gedung-gedung.


BTR-82A


Pengangkut personel lapis baja BTR-82A1 menjadi alat yang sangat berharga untuk setiap operasi serangan infanteri. Kendaraan dilengkapi dengan meriam 30mm dan senapan mesin koaksial 7.62mm serta sistem penargetan digital yang memastikan bahwa visi kru tidak akan terganggu pada malam hari menjadikan militant sulit untuk bersembunyi.

Rusia Blokir Barents dan Laut Hitam dengan Bastion dan Onyx


Armada Utara Rusia telah mengerahkan dua sistem rudal pesisir state-of-the-art K-300P “Bastion” dengan rudal jelajah supersonik P-800 “Onyx” di Semenanjung Kola. Munculnya senjata-senjata ini menjamin perlindungan 1.500 kilometer wilayah dari pantai Rusia dari serangan dan menciptakan wilayah seluas 300-kilometer sebagai “zona mati” atau “dead zone” untuk kapal NATO di Laut Barents.

Bastion (penyebutan NATO SS-C-05 Stooge) adalah salah satu know-hows terbaru dari tentara Rusia. Senjata itu diperkenalkan kepada publik untuk pertama kalinya dalam sebuah film dokumenter oleh Andrei Kondrashov “Crimea. The Way Home.”


Mengomentari penampilan dalam film documenter itu, Presiden Rusia Vladimir Putin dengan bangga menyatakan: “Tidak ada orang lain yang memiliki senjata ini.” Menurut dia, itu adalah “Bastion” yang akan menghentikan niat Amerika Serikat dan NATO untuk melakukan penggelaran kapal-kapal perang mereka di Laut Hitam.

Surat kabar Izvestia menulis, penampilan sistem Rusia di tentara Suriah juga mencegah kemungkinan intervensi angkatan laut AS dan NATO dalam perang sipil di Suriah. Pentagon dan Uni Eropa tidak mengambil risiko untuk mengirim kapal-kapal mereka ke pantai Suriah karena risiko diserang oleh senjata yang dapat mengatasi semua sistem pertahanan udara modern.

Salah satu kompleks baterai “Bastion” terdiri dari 12 peluncur yang didasarkan pada kendaraan MZKT-7930 buatan Belarus. Sistem ini menggunakan rudal jelajah Onyx yang setiap rudalnya membawa hulu ledak 290 kilogram. Hulu ledak dikembangkan oleh para insinyur dari pusat nuklir di Sarov.

Meskipun ini adalah hanya sebuah bom biasa, cukup dengan dua atau tiga rudal P-800 Onyx  sudah cukup untuk menenggelamkan sebuah kapal kelas frigat. Lima rudal Onyx bisa menenggelamkan sebuah kapal induk. Kompleks ini di luar jangkauan untuk pesawat kapal induk seperti yang digunakan pada jarak yang cukup jauh dari garis pantai.

Hanya dibutuhkan lima menit untuk menyebarkan sistem. Ketika dikerahkan, kompleks siap digunakan segera dan tetap beroperasi penuh selama lima hari, tergantung pada stok bahan bakar.




Sebuah rudal P-800 mengembangkan kecepatan yang membuatnya praktis tak terlihat oleh radar modern. Selain itu, rudal bisa melakukan manuver intensif saat melakukan pendekatan target hingga ketika dia terdeteksi maka tetap akan sangat sulit untuk mencegatnya.

Rudal supersonik ini terbang hanya beberapa meter di atas permukaan air saat mendekati target. Rudal manuver aktif mengubah arah penerbangan untuk membingungkan stasiun radar musuh.
Juru bicara Engineering Corporation Reutov  di mana rudal diciptakan, mengatakan bahwa rudal P-800 memiliki kecerdasan buatan mirip dengan kecerdasan manusia. Rudal mengklasifikasikan dan mendistribusikan target sendiri; mereka memilih taktik dan rencana serangan untuk menghancurkan target.

Wakil Presiden Russian Academy of geopolitik Vladimir Anokhin mengatakan kepada Pravda.Ru bahwa Rusia telah menggunakan sistem Bastion di Laut Hitam untuk waktu yang lama. Kapten dari kapal perang Angkatan Laut AS, ketika mereka memasuki Laut Hitam, tahu bahwa mereka sudah berada di zona sistem anti-kapal Rusia. “Kiasan berbicara. Fakta bahwa Rusia telah memperkuat kelompok pertahanan di Laut Barents datang dengan latar belakang tindakan NATO dalam beberapa tahun terakhir,” kata ahli itu.

Vladimir Anokhin percaya bahwa Rusia harus mengambil langkah-langkah serupa di Timur Jauh. Hal itu akan membuat Jepang, Korea Selatan dan, mungkin politisi Amerika, gugup. ”

Tidak ada perlombaan senjata, “ kata Anokhin. “Ini hanya respon yang memadai terhadap apa yang terjadi di dunia,” tambahnya.


Rabu, 24 Februari 2016

Iran Nego Generasi Terbaru S-300


Iran sedang berdiskusi dengan Rusia terkait sejumlah senjata militer. Salah satunya adalah generasi terbaru dari sistem rudal pertahanan S-300. Namun tidak jelas apakah yang dimaksud dari generasi baru itu adalah S-400 atau varian lain dari S-300 yang lebih baru.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu melakukan kunjungan resmi ke Teheran untuk bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani dan Menteri Pertahanan Iran Hossein Dehghani. Perwakilan dari kedua negara membahas sejumlah hal termasuk penjualan sistem rudal S-300.

“Iran sedang melakukan negosiasi dengan Rusia tentang kebutuhan militernya, termasuk generasi baru sistem rudal S-300,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ansari-Jaberi dikutip kantor berita Iran IRNA melaporkan.

Pada tahun 2007, Rusia dan Iran menandatangani kontrak untuk penyediaan sistem rudal S-300 dengan total biaya sekitar US$ 900 juta. Pada tahun 2010, karena resolusi Dewan Keamanan PBB tentang pembatasan pasokan senjata ke Iran di tengah kegiatan nuklirnya, Rusia menangguhkan penjualan tersebut. Namun, pada bulan April 2015, Presiden Rusia Vladimir Putin mencabut larangan itu.

Kontrak mulai berlaku pada bulan November 2015 dan Iran berharap penyelesaian pengiriman di paruh pertama 2016.

4 Terakhir Dikirim, Super Tucano Indonesia 100% Tetap Bergantung ke Embraer


Meskipun kecelakaan fatal baru-baru ini, Angkatan Udara Indonesia akan melanjutkan rencana untuk mengakuisisi empat jet pelatihan super Tucano baru yang dijadwalkan tiba pada akhir bulan ini.

Kelompok terakhir dari pembelian pesawat latih serang ringan super Tucano tengah bergerak menuju Indonesia. Empat pesawat itu dikabarkan telah sampai ke Malta untuk kemudian akan bergabung dengan Super Tucano yang lain di Pangkalan Iswahyudi Malang.

“Jet Tucano baru akan ditempatkan di pangkalan udara Malang, Jawa Timur seperti Tucano lainnya,” kata Juru bicara Angkatan Udara Komodor Dwi Badarmanto kepada The Jakarta Post pada hari Kamis 19 Februari 2016.

Dari foro-foto yang dirilis airliner.net, empat pesawat pada 21 Februari super Tucano yang dipesan TNI AU dari Brasil, berhenti satu malam di Malta. Pesawat itu terbang kembali dari Malta International, Luqa, tanggal 22 Februari 2016. 

Kementerian Pertahanan menandatangani dua kontrak senilai total US $ 284.000.000 dengan kedirgantaraan konglomerat Brasil Embraer SA pada tahun 2010 dan 2012 untuk membangun satu skuadron dengan 16 Super Tucano untuk menggantikan pesawat Bronco OV-10, yang telah dalam pelayanan sejak tahun 1976. Satu Super Tucano jatuh di Malang beberapa waktu lalu.

Sayangnya super Tucano Indonesia akan selamanya bergantung pada Embraer Brasil.

Laksamana Leonardi, kepala pusat pengadaan Departemen Pertahanan fasilitas pertahanan badan (Baranahan), mengungkapkan bahwa meskipun Embraer telah disampaikan semua jet, Indonesia masih perlu membeli suku cadang jet karena kontrak tidak mengatur soal transfer teknologi. 

“Ketika Indonesia membeli Super Tucano dari Embraer, pemerintah belum mendukung UU No. 16/2012 tentang industri pertahanan yang membutuhkan transfer teknologi dalam setiap pengadaan senjata dari luar negeri,” Leonardi kepada Jakarta Post.

Memang masih dimungkinkan untuk memiliki transfer teknologi termasuk dalam penyediaan suku cadang, namun pemerintah harus membuat kesepakatan lain dengan perusahaan.

Selain Super Tucano, senjata lain yang telah dibeli oleh Indonesia tanpa mekanisme transfer teknologi adalah tangki Leopard buatan Jerman.

Indonesia telah membeli 103 Leopard 2 tank tempur utama (MBT), 42 kendaraan tempur infanteri upgrade Marder 1A3  dan 11 berbagai kendaraan lapis baja lain dari Grup Rheinmetall.

Takdir Pilot F-35 dan T-50 Ditemukan di Pesawat Yakolev


Raytheon resmi masuk dalam kompetisi pengadaan pesawat latih Angkatan Udara Amerika Serikat yang dikenal dengan program T-X. Perusahaan ini akan mengajukan T-100, pesawat yang didasarkan pada Italia Finmeccanica-Alenia Aermacchi M-346.

Seandainya nanti pesawat ini yang menang, maka akan terjadi situasi menarik karena pada akhirnya pilot pesawat tempur generasi kelima di Rusia, Eropa dan Amerika akan dilatih oleh pesawat yang lahir dari satu sumber yakni Yakolev, Rusia.

Kenapa seperti itu? Coba perhatikan M-346 adalah pesawat yang sangat mirip dengan Yak-130 Mitten, pesawat latih dan serang ringan yang digunakan oleh Rusia. Hanya secara ukuran M-346 Master memang lebih kecil dibandingkan Mitten

Yak-130
Yak-130 adalah pesawat latih tempur lead-in yang terbukti dengan kemampuan tempur yang juga dapat berfungsi dalam jenis perang kontra-pemberontakan seperti yang dialami Angkatan Udara AS ketika ada di Afghanistan, Irak dan Suriah.

M-346 Master
Pesawat M-346 Master buatan Italia sebenarnya Yak-130 dengan nama lain. Pesawat ini mirip dengan buatan Rusia karenamemang muncul berkat kesepakatan kerjasama antara Yakovlev dan perusahaan Italia Aermacchi di awal 1990-an yang kemudian pecah di tengah jalan.

Aermacchi sedikit memperkecil Yak-130, memberikan sistem kontrol baru digital fly-by-wire dan kokpit digital canggih.

Memang, perusahaan Rusia telah menerima jutaan dolar untuk cetak biru yang diserahkan kepada Aermacchi. Saat ini, M-346 adalah pesaing untuk Angkatan Udara AS jet pelatih baru. M-346 telah ditawarkan ke Amerika sebagai T-100 dan juga telah menemukan pembeli yakni Singapura, Polandia dan Israel. Pesawat ini juga telah digunakan oleh Italia untuk melatih pilot yang akan beralih ke F-35.

Belanda juga berencana menggunakannya. Sementara Israel sudah mulai menerima pengiriman dengan tujuan yang sama.

Itu artinya pilot T-50 Rusia dan dan F-35 ditakdirkan akan berguru pada satu pesawat yang sangat mirip bahkan dari satu keturunan yakni Yakolev.

Ajukan T-100, Raytheon Resmi Masuk Pertarungan T-X


Raytheon resmi melompat masuk ke arena kompetisi pengadaan pesawat latih Angkatan Udara Amerika Serikat yang dikenal dengan program T-X. Perusahaan ini akan mengajukan T-100, pesawat yang didasarkan pada Italia Finmeccanica-Alenia Aermacchi M-346.

T-100 dengan twin mesin turbofan Honeywell F124 dan dukungan pelatihan akan dilakukan oleh CAE.

Pada pengumuman di Washington DC , kontraktor militer terbesar ketiga di dunia menegaskan bahwa pilot angkatan udara telah diminta untuk menguji M-346 Master di Italia untuk memverifikasi apakah desain saat ini talah mendekati kriteria kinerja G tinggi yang menjadi syarat T-X.

Setelah bersekutu dengan General Dynamics, T-100 sekarang akan bersaing dengan Lockheed Martin / Korea Aerospace Industries yang resmi mengajukan T-50A dan pesawat desain baru yang sedang disiapkan oleh Boeing / Saab dan Northrop Grumman / BAS Sistem.


Setelah dilengkapi dengan display avionik layar lebar dan sistem pengisian bahan bakar, boom pejabat perusahaan mengharapkan T-100 akan memenuhi semua persyaratan angkatan udara, tetapi dengan biaya dan risiko jadwal yang lebih rendah dibandingkan dengan mengajukan desain yang benar-benar baru. Para pejabat itu juga menekankan bahwa sebagian besar pesawat akan dibuat di Amerika.

“Pesawat kami akan dibangun, diuji dan diterjunkan di Amerika Serikat,” kata Roy Azevedo, VP dari divisi sistem udara Raytheon sebagaimana dikutip Flightglobal.

Azevedo mengatakan timnya akan memberikan paket lengkap yang mencakup pesawat, sistem pelatihan berbasis darat dan courseware.

Raytheon juga yakin akan bisa memenuhi jadwal untuk mencapai kemampuan operasional awal pada 2024.

“Pesawat ini sudah mendukung pelatihan hari ini,” kata Jim Hvizd, Wakil Presiden Pengembangan Bisnis untuk Raytheon Airspace and Airborne Systems.

Berbeda dengan pesawat bermesin tunggal T-50A yang diusulkan oleh Lockheed, Raytheon menawarkan sebuah pesawat bermesin ganda didukung oleh F124 Honeywell, dengan masing-masing mesin diaktifkan oleh dual-channel, full authority digital engine control (FADEC)  untuk menjamin keamanan terbang lebih tinggi.

Peter Costello, Direktur pengembangan bisnis internasional Senior Honeywell, mengatakan mesin saat ini dibangun di Taiwan tetapi juga telah digunakan di armada pelatihan M-346 Israel di Phoenix, Arizona. Situs yang akan diaktifkan kembali jika Raytheon memenangkan T-X.

Honeywell/International Turbine Engine Company (ITEC) F124 dan derivatif afterburner, yang dikenal sebagai F125,  menjadi mesin yang digunakan untuk M-346, Aero L-159 ALCA dan F-CK-1 Ching-kuo Taiwan.

Chief executive Alenia Aermacchi Filippo Bagnato mengatakan T-100 bahkan bukan prototip, tetapi sudah menjadi pesawat yang benar-benar jadi dan itu sudah mendukung kebutuhan pelatihan tempur pilot generasi keempat dan kelima.

Bagnato mengatakan M-346 akan menjadi perantara yang tepat bagi peralihan pilot dari jet tempur yang sangat bermanuver Eurofighter Typhoon untuk menuju ke kopkit F-35.

Angkatan udara Amerika telah mengalokasikan dana US$1,6 miliar untuk penelitian dan pengembangan T-X dengan US$932 juta dialokasikan antara tahun fiskal 2017-2021. Total program ini akan bernilai lebih dari US$ 9 miliar. Pesawat ini akan menggantikan Northrop T-38 Talon yang telah digunakan selama 48 tahun.


Siluman Rp5,4 Trilun ini Tetap Digunakan di Suriah Meski Tak Dibutuhkan


Selama bertahun-tahun mereka adalah pesawat yang sangat canggih tanpa misi, dikecam para kritikus sebagai pesawat yang dibangun dengan uang lebih dari US$ 80 miliar untuk musuh yang tidak ada.
Tapi sekarang, pesawat dengan harga sekitar US$400 juta (sekitar Rp5,4 triliun) ini setelah lebih dari satu dekade jet pertama pergi operasional, pesawat tempur siluman F-22 Raptor telah pergi berperang untuk kali pertama di Irak dan Suriah.

Menurut Angkatan Udara AS, sejak misi perdana mereka pada bulan September 2014, F-22 telah melakukan operasi rutin  dalam kampanye anti-ISIS dan telah menjatuhkan lebih dari 200 bom dalam 150 sorti.

“Kami umumnya telah bertugas menargetkan dan menghancurkan kamp pelatihan ISIS, kendaraan yang membawa senjata dan fasilitas penyimpanan, berbagai fasilitas kantor pusat dan kemampuan distribusi minyak ISIS,” kata Kapten Joseph Simms dari USAF dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada ABC News Senin 22 Februari 2016. “F-22 telah berperan dalam mengambil banyak target bernilai tinggi.”

Tapi ini bukan misi udara ke udara yang menjadi spesialisasi Raptor sejak awal dibangun. Angkatan Udara mengakui bahwa pesawat mahal sebenanrya tidak perlu melakukan ini.

“F-22 bukan merupakan keharusan operasional,” kata juru bicara Angkatan Udara AS Mayor. Tim Smith kepada ABC News, “Tapi itu adalah salah satu alat besar yang dapat digunakan dalam konflik ini untuk memberikan serangan udara dengan presisi.”

Pada tahun 2011 Senator John McCain, ketika berbicara dengan ABC News  mengatakan“Saya tidak berpikir F-22 akan pernah terlihat dalam pertempuran, karena ancaman yang tidak lagi ada.”

Sekarang di Suriah dan Irak Angkatan Udara tampaknya mencoba untuk memperluas spektrum F-22 dengan memberikan pesawat misi lebih umum untuk serangan udara ke darat seperti yang dilakukan pesawat lebih murah F-16.

Meskipun tidak benar-benar diperlukan, pejabat Angkatan Udara telah memuji beberapa kelebihan yang diberikan F-22 dalam Operasi Resolve Inherent. Juli lalu, kata seorang komandan skuadron dalam sebuah siaran pers mengatakan F-22 mampu menggunakan kemampuan stealth untuk “beroperasi lebih dekat dengan rudal permukaan ke udara milik negara non koalisi dan risiko pesawat tempur deteksi lebih kecil.” Letnan kolonel yang tak disebutkan namanya juga mengatakan amunisi F-22  sangat akurat dari jarak yang sangat jauh dan [memiliki] potensi jaminan kerusakan terendah dari setiap senjata dalam persediaan USAF.

Mayor. Smith mengatakan kepada ABC News pesawat juga telah menunjukkan nilainya dengan mengasumsikan posisi semacam “quarterback udara” di wilayah udara kompleks Irak dan Suriah.
“Meskipun Suriah, Rusia atau orang lain tidak menentang operasi udara kami di wilayah ini, dengan jumlah pertahanan udara dan pesawat dari negara berbeda yang bermain, ada permintaan untuk semacam ‘quarterback udara’ yang bisa dilakukan dengan kemampuan F -22 yang tidak hadir ke tingkat yang sama dalam operasi sebelumnya di Irak atau Afghanistan, “katanya.

Jenderal Angkatan Udara Hawk Carlisle menyinggung soal kualitas “quarterback” dalam pidatonya Februari lalu dengan mengatakan F-22 dapat “pergi ke daerah-daerah di mana pesawat lain tidak bisa. Air Force Times, kemudian menterjemahkan pernyataan Carlisle dengan melaporkan F-22 bisa menjadi pendamping dengan menggunakan sensor dan avionik canggih untuk membantu mengendalikan pesawat lain dan mengubah target.  “Pesawat telah melakukan fantastis,” kata Carlisle. “Bila Anda memiliki F-22 dalam sebuah paket maka itu akan jauh lebih baik.”

Pendukung F-22, kembali pada tahun 2009 dan baru-baru, mengatakan bahwa pesawat akan benar-benar layak dengan harganya yang mahal jika AS masuk ke dalam konflik melawan Rusia atau China, karena kedua negara sedang mengembangkan pesawat generasi kelima untuk menyaingi Raptor.

Sementara itu, Angkatan Udara sedang mencari cara lain untuk memanfaatkan jet tempur canggih ini untuk misi pemboman di Irak dan Suriah sert untuk misi menakut-nakuti musuh. Hal ini terlihat dengan dikirimnya empat F-22 ke Korea Selatan untuk memberi pesan ancaman kepada Korea Utara.

Kian Tak Nyaman, Turki Bergegas Cari Sistem Pertahanan Udara


Setelah membatalkan keputusan sebelumnya untuk memperoleh sistem pertama pertahanan udara jarak jauh dari kontraktor China, otoritas pengadaan Turki sedang mempertimbangkan untuk membeli sistem pertahanan udara jarak menengah atau Medium Extended Air Defense System (MEADS).

Amerika Serikat, Jerman dan Italia telah mengembangkan sistem rudal pertahanan udara mobile untuk menggantikan sistem rudal Patriot melalui program NATO.

Turki merasa semakin tidak nyaman atas ancaman di wilayahnya, secara politik dan militer telah sepakat untuk mencari solusi cepat dalam hal arsitektur pertahanan udara.

“Kami menghadapi banyak ancaman dan mungkin tidak memiliki waktu untuk menunggu beberapa tahun sebelum program pengembangan dalam negeri terwujud,” kata seorang pejabat keamanan senior sebagaimana dikutip Defense News Senin 22 Februari 2016.

Setelah membatalkan kompetisi pengadaan sistem rudal yang diikuti China, Amerika dan Eropa dengan mengarah ke kemenangan China, pemerintah Turki menunjuk dua perusahaan lokal untuk mengembangkan sistem rudal pertahanan sendiri. Dua perusahaan tersebut adalah spesialis elektronik Aselsan dan pembuat rudal Roketsan.

Tapi sumber industri mengatakan pengembangan dalam negeri bisa membutuhkan waktu hingga10 tahun. Sementara Turki sudah benar-benar merasa terancam saat ini terkait penyebaran militer Rusia di Suriah, Laut Mideterania, dan Kaspia.

Terlebih Turki sudah menginstal i sistem rudal S-400  setelah ekskalasi memanas pasca penembakan Su-24 oleh F-16 Turki pada November 2015 lalu.

Seorang pejabat pengadaan senior yang menegaskan bahwa MEADS bisa membantu Turki untuk membuat payung pertahanan yang cukup efektif. “Terutama dengan radar  yang menyediakan cakupan 360 derajat akan terlihat menarik,” katanya.

Pejabat itu mengatakan bahwa baru-baru ini, pejabat pengadaan secara tidak resmi telah membahas kemungkinan akuisisi dengan Jerman.

Pembicaraan awal berpusat pada fitur teknologi MEADS. “Sistem ini mungkin sesuai kebutuhan kita untuk melindungi sebagai besar wilayah dengan sistem yang lebih sedikit,” kata pejabat yang lain.
Seorang analis pertahanan mengatakan bahwa jika pembicaraan berlanjut, Turki kemungkinan besar akan membeli hingga empat sistem.

Laser dan Otonom, Gambaran Jet Tempur Masa Depan AS


Menembakkan laser bertenaga tinggi, mampu mendapatkan data intelijen dan mengirimkan dalam hitungan milidetik, sebuah pesawat taktis yang bisa berpikir tentang dirinya sendiri. Ini adalah sebagian dari beberapa terobosan teknologi mutakhir yang dilakukan Angkatan Udara Amerika dengan harapan untuk mengubah permainan dalam pertempuran di masa depan.

Tahun ini, Angkatan Udara kembali menginvestasikan anggaran besar untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Duit sebesar US$2,5 miliar diajukan untuk S & T pada pengajuan anggaran fiskal tahun 2017.

Bahkan Angkatan Udara reala untuk menangguhkan layanan pesawat penting seperti Global Hawk dan upgrade bomber B-2  untuk menutup anggaran ini.

Tapi seperti Rusia dan China berlomba untuk mengejar ketinggalan dengan teknologi Amerika seperti siluman dan presisi senjata, AS tidak mau untuk kemudian berdiam diri hingga akhirnya balik tertinggal.

“Saya pikir kita perlu melakukan lompatan dan mendorong teknologi lebih jauh, dan tidak duduk santai pada kemenangan kami,” kata Kepala Ilmuwan Angkatan Udara Amerika Greg Zacharias sebagaimana dikutip Defense News Senin 22 Februari 2016.

Hanya dalam waktu lima tahun, Angkatan Udara akan menempatkan laser bertenaga tinggi pada jet tempur dan membawa era Star Wars menjadi kenyataan. Angkatan Udara memang belum menyelesaikan platform untuk menjadi tuan rumah dari senjata laser.

Air Force Research Laboratory (AFRL) “Shield” mengatakan  tim sedang mempertimbangkan penggunaan jet tempur F-15.

Manager Program Shield Richard Bagnell mengatakan juga akan melihat kemungkinan F-22 dan F-16 sebagai platform dan bahkan pesawat tempur siluman terbaru mereka F-35.

Air Force Research Laboratory “Shield” usaha, yang disponsori oleh Air Combat Command, bertujuan untuk menggunakan laser energi tinggi pada pesawat taktis pada 2021
AFRL juga bekerja pada pengembangan teknologi otonom, tidak hanya dalam bentuk kendaraan dan pesawat robot, tetapi juga bantuan keputusan dan analisis data.

Salah satu proyek AFRL saat sedang mengembangkan sebuah sistem cerdas yang dapat memadukan informasi intelijen, pengawasan dan pengintaian untuk kemudian menyortirnya. Sistem otonom bisa menyisir data yang cepat. “Daripada kru membutuhkan wakwtu lama untu menyisir data hal itu bisa dilakukan oleh pesawat.

Selain itu tim ini juga bekerja pada pengembangan kendaraan tak berawak yang dapat bekerjasama dengan pesawat tempur berawak.

Rusia Mulai Siapkan Kru Kereta Peluncur Rudal Antarbenua


Rusia akan segera memulai pelatihan kru untuk penembakan rudal kereta. Kepala Departemen Pendidikan Miltier Pasukan Rudal ‘Strategis, Viktor Nesterov mengatakan bahwa pada tahun 2020 angkatan bersenjata Rusia akan menerima generasi baru ICBM yang diluncurkan dari kereta.

Sistem ICBM Kereta, The Barguzin akan membawa enam ICBM RS-24 Yars. Jumlah ini jauh di atas pendahulunya, Molodets, yang hanya membawa tiga rudal RS-22 Scalpels saja, dibandingkan dengan tiga RS-22 pisau bedah yang dilakukan oleh pendahulunya, “Kita harus berpikir ke depan. Menyadari sepenuhnya bahwa kita akan membutuhkan spesialis untuk mengoperasikan kompleks rudal baru ini. Kami memutuskan untuk meluncurkan program khusus untuk melatih spesialis tersebut,” kata Viktor Nesterov sebagiamana dilaporkan Radio Echo Moskvy Senin 22 Februari 2016.

Sistem rudal kereta The Molodets, sudah pensiun pada tahun 2005 sesuai dengan perjanjian START-2. Dari 12 kereta rudal era-Soviet, 10 hancur dan dua sisanya dikirim ke museum.
Komandan Pasukan Rudal Strategis Rusia, Kolonel Jenderal Sergey Karakaev mengatakan Barguzin akan jauh lebih unggul dibandingkan Molodets dalam hal jangkauan, akurasi, dan karakteristik lainnya. Sistem baru ini kemungkinan akan beroperasi hingga 2040.

Kereta rudal cukup tersembunyi dan sangat mobile, mampu dipindahkan dalam jarak 1.000 km dalam satu hari. Mereka bis menyamar sebagai kereta barang dan kereta rudal tidak dapat terlihat baik dengan satelit atau pengawasan elektronik.

Semua infrastruktur yang diperlukan, seperti terowongan, rel yang diperkuat dan situs peluncuran sampai saat ini masih ada dan siap untuk digunakan.

Beijing: Laut China Selatan itu Hawaii-nya Amerika


China mengisyaratkan tidak akan menarik militer yang telah didorong ke Laut China Selatan. Beijing bahkan menyebut kawasan itu akan seperti Hawaii bagi Amerika Serikat.

Amerika Serikat pekan lalu menuduh China meningkatkan ketegangan di Laut China Selatan karena penempatan peluru kendali permukaan ke udara secara terang-terangan di sebuah pulau sengketa, suatu gerakan yang tidak China akui atau tolak.

Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataannya  Senin 22 Februari 2016 mengatakan Menteri Luar Negeri Wang Yi ke Amerika Serikat pekan ini. Ditanya apakah Laut China Selatan, dan peluru kendali, akan dibahas ketika Wang berada di Amerika Serikat  untuk bertemu Menteri Luar Negeri AS John Kerry, juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan Washington tidak seharusnya menggunakan masalah fasilitas militer di pulau-pulau sebagai “dalih untuk membuat keributan”.

“AS tidak terlibat dalam sengketa Laut China Selatan, dan ini tidak dan seharusnya tidak menjadi sebuah masalah antara China dan Amerika Aerikat,” kata Hua dalam konferensi pers harian.

China berharap AS menepati janjinya untuk tidak memihak dalam sengketa itu dan berhenti melebih-lebihkan masalah dan ketegangan, khususnya terkait posisi militer terbatas China di sana, katanya. “China yang menempatkan sarana pertahanan terbatas dan penting di wilayahnya sendiri tidak jauh berbeda dari Amerika Serikat yang mempertahankan Hawaii,” ujar Hua.

Kapal kapal dan pesawat AS yang sering melaksanakan patroli dekat dan pengawasan dalam beberapa tahun terakhir adalah apa yang telah meningkatkan ketegangan kawasan, katanya. “Itu adalah yang merupakan penyebab terbesar militerisasi Laut China Selatan. Kami berharap bahwa Amerika Serikat tidak memusingkan benar dan salah dalam masalah ini atau melakukan standar ganda.”

Pada Senin, seorang perwira senior angkatan laut AS mengatakan Australia dan negara-negara lain harus mengikuti AS  untuk melakukan operasi kebebasan navigasi di jarak 12 mil laut (18 kilometer) dari pulau-pulau yang diperebutkan di Laut China Selatan.

Beijing telah menyebabkan kegelisahan dengan kegiatan konstruksi dan reklamasi di pulau-pulau yang ditempati, meskipun mengatakan langkah ini dilakukan sebagian besar untuk tujuan sipil.

Turki Kehilangan Momentum, Rusia Ubah Sejarah Perang Suriah


Ada dua pertanyaan yang tidak diketahui seberapa besar gangguan hubungan antara Turki dan Rusia menyusul penyergapan Su-24 Rusia oleh F-16 Turki di perbatasan Suriah. Yang pertama adalah apakah peristiwa itu  memang diskenario oleh kepemimpinan Turki untuk menjadi dasar dari konfrontasi melawan Rusia. Yang kedua adalah mengapa eskalasi ini tidak datang lebih cepat, ketika Hmeimim jauh lebih rentan terhadap serangan atau blokade Turki.

Dalam artikel di Global Research Senin 22 Februari 2016, J. Hawk, Daniel Deiss dan Edwin Watson menuliskan, ketika pesawat Rusia pertama kali tiba di Hmeimim, situasi perang dalam kondisi buruk untuk pemerintah Suriah. Sejumlah kelompok pemberontak dan ISIS teroris mampu membuat kemajuan besar dalam beberapa bulan sebelumnya  dan semakin dekat serta mengancam Damaskus. Pasukan Suriah yang mengalami demoralisasi oleh berbagai kekalahan juga dihantam dengan kekurangan peralatan dan amunisi.




Kelompok udara Rusia pada saat itu masih berjumlah sedikit yakni sekitar 30 pesawat dan kontingen darat yang kecil untuk melindunginya di tanah. Sebagian besar material pangkalan dan persenjataan untuk tentara Suriah mulai tiba dengan kapal Suriah Ekspres yang terlihat sibuk mondar-mandir melintasi Bosphorus.

Militer Rusia belum menunjukkan efektivitas tempur atau serangan jarak jauh pada awalnya. Jika Erdogan memutuskan untuk meluncurkan operasi darat di Suriah pada bulan September atau Oktober 2015, ketika situasi Suriah kala itu benar-benar sedang kacau maka pasukan Turki akan berdiri pada situasi dengan kesempatan yang besar untuk melaju di tanah Suriah. Hal yang tidak mungkin bisa dilakukan sekarang ini.

Beberapa bulan kemudian, situasi telah berubah sedemikian rupa. Intervensi militer Turki hampir tidak ada peluang untuk mencetak sukses. Hmeimim sekarang memiliki lebih dari 50 pesawat, termasuk Su-27SM, Su-30SM, dan Su-35S yang dapat memberikan pertahanan tempur efektif melawan serangan Turki. Pangkalan  juga diinstal dan dilindungi dengan sistem pertahanan udara paling canggih di dunia saat ini S-400 untuk pertahanan jarak jauh. Jika lolos dari S-400, masih ada Buk-M2 untuk pertahanan jarak menengah.

Kalaupun lolos akan diadang Pantsir-S yang berdiri sebagai lapis ketiga pertahanan udara. Sulit bagi pesawat manapun untuk bisa menyerang pangkalan Rusia di Suriah. Pesawat musuh juga akan menghadapi rentetan serangan elektronik yang secara signifikan akan menurunkan kemampuan mereka untuk menargetkan Hmeimim.

Sebaliknya, peluncuran rudal jelajah oleh kapal-kapal angkatan laut Rusia dan pembom berat telah menunjukkan kemampuan untuk menargetkan pangkalan udara Turki dan menghancurkan pesawat Turki di darat jika ada pertempuran.

Pangkalan Rusia di Suriah juga menikmati perlindungan dari kehadiran secara konstan gugus tugas angkatan laut, yang mencakup kapal penjelajah bersenjata rudal jarak jauh baik rudal anti-kapal dan anti-pesawat, beberapa kapal anti-kapal selam, dan setidaknya satu korvet rudal.

Di darat, kekuatan batalion tentara Rusia bukan satu-satunya kekuatan yang melindungi pangkalan. Bantuan militer Rusia, termasuk dengan menyediakan alat berat, amunisi, dan perencana militer serta penasihat, telah membawa kembali tentara Suriah dalam kondisi siap tempur. Selain itu, berkat upaya diplomatik Rusia, beberapa kelompok oposisi Suriah telah bergabung dengan pasukan pemerintah.

Demikian juga unit Kurdi yang di masa lalu mengobarkan perjuangan sendiri melawan ISIS kini telah sepenuhnya dimasukkan ke dalam koalisi yang dipimpin Rusia dengan imbalan konsesi politik pemerintah Suriah. Ada juga kehadiran Hizbullah dan Iran yang cukup besar di Suriah.


Bahaya Jika Turki Maju



Mengingat bahwa tidak ada kekuatan yang cenderung untuk membelot ke Turki jika Ankara melakukan invasi, dan dalam beberapa kasus mereka melihat Turki sebagai musuh bebuyutan mereka, militer Turki kemungkinan besar tidak akan maju terlalu jauh sebelum menderita kerugian besar di tangan pembela Suriah. Senjata Rusia termasuk peluncur roket berat dan rudal balistik jarak pendek Tochka akan menjadi penghancur mematikan bagi kolom lapis baja Turki yang maju melalui jalur pegunungan yang sempit di bawah pengawasan dari drone Rusia dan pesawat pengintai jarak jauh seperti Tu- 214 dan Il-20.

Bahkan prospek blokade Bosphorus tidak akan mengancam seperti dulu lagi. Suriah Express sekarang telah bergerak tidak lagi pada urusan senjata utama tetapi terutama berkaitan dengan penyediaan bahan habis pakai seperti amunisi dan suku cadang untuk pasukan tempur di Suriah. Jika Bosphorus akhirnya diblokir, persediaan ini dapat dikirim dari Laut Baltik  dan jika benar-benar mendesak bisa menggunakan jalur udara menggunakan rute udara tradisional Kaspia-Iran-Irak-Suriah.

Dalam jangka panjang, akan penting bagi pasukan Rusia dan Suriah memberi pukulan koridor melalui wilayah ISIS dan bergabung dengan pasukan Irak, dan ada indikasi bahwa setelah kelompok pemberontak di sekitar Aleppo dinetralkan, serangan akan diluncurkan ke arah Raqqa. Melakukan hal tidak hanya akan mematahkan punggung ISIS, tetapi juga memungkinkan pembukaan rute pasokan darat lain melalui Laut Kaspia dan Iran. Kekuatan koalisi pimpinan Rusia tampaknya telah membuat semua pengamat luar terkejut dan terus berusaha mencegah Turki melakukan serangan baik melalui udara mapun darat.

Sejauh ini kita belum tahu bagaimana hal itu terjadi, tetapi yang pasti Moskow telah mampu mengatasi manuver Ankara dengan menempatkan kekuatan militer yang sangat efektif di Suriah dan mengubah jalannya perang sebelum Ankara mampu bereaksi karena telah kehilangan momentum



KC-135 Stratotanker: Tua, Tidak Sexy Tetapi Jadi Kunci


Dwight David Eisenhower di Gedung Putih ketika KC-135 Stratotanker bergerak keluar dari jalur perakitan. Ketegangan dengan Moskow berjalan tinggi dan Kuba adalah sumber berita secara konstan.

Itu 57 tahun yang lalu. Jumat 19 Februari 2016 pagi pesawat yang sama bergerak menuju bawah landasan pacu di MacDill Air Force Base. Barack Obama di Gedung Putih, ketegangan dengan Moskow sekali lagi berjalan tinggi dan Kuba sekali lagi sumber berita yang konstan. Déjà vu lagi!

Pesawta ini tidak seksi, jet abu-abu tua versi modifikasi dari Boeing 707 juga sudah tua. Tidak ada bom, tidak ada rudal, bahkan parasut apapun.

Tapi tanpa armada pengisi bahan bakar lama ini, Angkatan Udara Amerika yang harus diakui sebagai kekuatan terbaik di dunia tidak akan mampu untuk melakukan misi di berbagai penjuru dunia seperti sekarang ini.

Di Timur Tengah saat ini misalnya, Angkatan Udara AS mengatakan armada KC-135 Stratotanker yang ditempatkan di Al Udeid Air Base, Qatar, terbang lebih dari 14.700 sorti pada tahun 2015 dengan total 103.419 jam tempur untuk Operasi Resolve Inherent dan Freedom Sentinel.

“Kami menyediakan pengisian bahan bakar untuk setiap unit terbang di wilayah yang bertanggungjawab di Suriah, Yaman, Irak, dan Afghanistan dan didukung 12 negara koalisi,” kata Letnan Kolonel James Murray, Direktur Operasi 340th Expeditionary Air Refueling Squadron sebagaimana dikutip Tampa Tribune Senin 22 Februari 2016. “Kami mendukung pesawat 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, 365 hari setahun sehingga mereka dapat melakukan misi mereka.”

Murray mengatakan lebih dari 60 KC-135 mengambil bagian dan setiap awak KC-135 terbang rata-rata tujuh jam sehari dan menyampaikan rata-rata 50.000 galon bahan bakar per misi.

Salah satu kru, dari McConnell Air Force Base, bahkan mendapat penghargaan dengan menyelamatkan seorang pilot F-16 Fighting Falcon yang hampir jatuh di wilayah ISIS pada 2015 karena masalah bahan bakar. Pesawat itu harus mengisi bahan bakar setiap 15 menit sehingga terus dikawal tanker hingga mendarat selamat.

Tempo operasional pesawat ini sangat tinggi. “Bayangkan 12 pesawat terbang 24 jam sehari, itu luar biasa,” kata Murray. “Jika kita tidak terbang untuk memberikan bahan bakar mereka [pesawat tempur] hanya bisa terbang misi pendek.”

Video di bawah yang diambil pada Jumat 19 Februari 2016 ketika sebuah KC-135 mengisi enam F-16 Thunderbirds yang sedang melakukan perjalanan dari pangkalan mereka di Nellis Air Force Base di Nevada menuju Daytona. Jika tidak ada pengisian bahan bakar di udara maka pesawat harus mendarat tiga kali selama perjalanan.

 Ada 16 Stratotankers di MacDill, dengan delapan lain dalam misi di luar . Mereka tergabung dalam 6th Air Mobility Wing dan 927th Air Refueling Wing.  KC-135 menjadi pemandangan umum di Kota Tampa, terbang keluar masuk dari MacDill.

Kapten Jonathan Barillas mengatakan KC-135 membantu melakukan perang melawan musuh dengan cara yang tidak bisa dilakukan angkatan udara lain di dunia. “Kita bisa melakukan lebih banyak dengan sedikit pesawat.” Barillas, 27, telah di Angkatan Udara selama lebih dari empat tahun dan kru salah satu KC-135.

15 Tahun Lalu, Perkawinan Predator dan Hellfire Mengubah Gaya Perang


Sistem pesawat tanpa wak Predator dan rudal Hellfire adalah teknologi yang tepat pada waktu yang tepat untuk Amerika yang baru saja menyatakan perang melawan teror setelah peristiwa serangan 11 September.

Hanya sekitar enam bulan sebelum pesawat menabrak menara kembar, Pentagon dari lapangan di Pennsylvania telah menerbangkan Predator sebagai aset pembunuh setelah sebelumnya hanya menjadi platform pengumpulan intelijen.

Pada 16 Februari 2001, sebuah RQ-1 Predator dengan rudal dipandu laser AGM-114C Hellfire yang tergantung di sayapnya mengorbit tinggi di are latihan di dekat Indian Springs Air Force Station yang terletak di utara Las Vegas. Drone itu kemudian menembakkan rudal-rudalnya untuk menghantam sejumlah target. Inilah awal dari sebuah program pesawat tanpa awak yang dalam tahun-tahun berikutnya begitu besar dilakukan oleh Angkatan Udara Amerika dengan dipusatkan di Creech Air Force Base.

Kru stasiun darat yang mengoperasionalkan drone melalui link data satelit secara teoritis bisa memungkinkan mereka membawa Predator ke mana saja ke seluruh dunia. Ketika Predator sedang terbang menuju targetnya, operator memerintahkan sensor Predator untuk mencari target. Setelah target terkunci rudal Hellfire di sayap RQ-1 dilepas dan sektiar sekitar 17 detik kemudian, rudal dipandu laser menabrak target dengan sempurna.

Mempersenjatai Predator adalah sebuah inisiatif yang secara resmi dimulai pada 21 Juni 2000 oleh Komandan Air Combat Command Jenderal John Jumper.  Setelah sukses pada uji dan evaluasi pada Februari 2001 diputusknan untuk menaikkan pengujian pada situasi yang slebih kompleks yakni untuk memburu targer bergerak. Hal ini kemudian memunculkan integrasi dengan rudal yang lebih canggih dari versi rudal Hellfire AGM-114K.

Rudal ini sebenarnya dirancang untuk ditembakkan dari ketinggian yang cukup rendah oleh helikopter serang yang beratnya ribuan pound, bukan oleh pesawat remote kontrol yang rapuh karena terbuat dari fiberglass dan didukung hanya oleh mesin Rotax dengan kekuatan 115 tenaga kuda. Tetapi pada akhirnya, rudal bekerja dengan sempurna. Dan bahkan rudal ini masih terus digunakan oleh Reaper, penerus dari Predator.

Tes akhir yang sukses  akhirnya enam bulan kemudian Predator bersenjata resmi digunakan dan dijuluki MQ-1. Drone ini menembakkan rudal pertama dalam pertempuran pada malam pembukaan Operasi Enduring Freedom.

Pada akhirnya, USAF dan CIA sepenuhnya mengandalkan sistem ini dan terus akan menggunakan pada MQ-9 Reaper.

Meski program ini juga mengundang sejumlah kontroversi termasuk kemungkinan salah sasaran, tetapi sepertinya drone tempur akan terus beranak pinak di berbagai penjuru dunia. Drone telah menjadi sistem tempur yang mengubah jalannya peperangan, dan ini dimulai ketika Predator dan Hellfire sukses berintegrasi pada 15 tahun yang lalu.

AS: Kami Tetap Akan Terbang dan Berlayar di Laut China Selatan


Komandan Armada 7 Angkatan Laut AS Adm. Joseph Aucoin mengatakan bahwa ia waspada terhadap situasi di Laut China Selatan. Tetapi dia menegaskan kehadiran sistem rudal Cina di sebuah pulau yang disengketakan tidak akan menghentikan militer AS terbang di atas wilayah itu.

Komentar Adm. Joseph Aucoin datang seminggu setelah terungkap Beijing mengerahkan sistem rudal pertahanan udara ke wilayah yang disengketan tersebut. AS mengatakan, kehadiran rudal semakin membuktikan China telah melakukan militerisasi wilayah tersebut.

Cina kemudian menuduh AS yang mendorong mereka melakukan militasisasi dengan mengantakan patroli oleh kapal dan pesawat militer AS telah meningkatkan ketegangan dan menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di daerah.

Bulan lalu, sebuah kapal perang AS sengaja berlayar di dekat salah satu pulau yang dikendalikan Beijing di rantai kepulauan Paracel dengan mengusung apa yang disebut sebagai kebebasan navigasi.

Aucoin mengatakan armada yang berbasis di Jepang bertanggungjawab pada wilayah dari India hingga Samudra Pasifik. Dia  mengatakan AS tidak akan membuat membela siapapun dalam masalah itu tetapi mendesak kepada semua negara untuk menghentikan reklamasi lahan di wilayah tersebut.

“Saya berharap itu [konflik laut China Selatan] tidak digambarkan sebagai AS melawan China,” kata Aucoin kepada wartawan di Sydney sebagaimana dikutip Washington Times Senin 22 Februari 2016.

“Ini tidak harus provokatif. Apa yang kami coba adalah untuk memastikan bahwa semua negara dapat mengejar kepentingan mereka berdasarkan hukum laut dan tidak ada yang yang terancam oleh negara lain.”

Aucoin mengatakan penempatan sistem rudal pertahanan telah memberikan “efek destabilisasi” di seluruh wilayah, dan mendesak China untuk transparan tentang niatnya. Ditanya apakah kehadiran sistem rudal akan mempengaruhi AS kesiapan untuk terbang di atas daerah, Aucoin mengatakan tidak. “Kami akan terbang, berlayar, beroprasi di manapun yang hukum internasional memungkinkan, termasuk daerah tersebut,” katanya.

Senin, 22 Februari 2016

Kesempatan dalam Ketakutan, Pesawat Patroli Maritim Menatap Asia Tenggara


Entah kebetulan atau tidak, keputusan China untuk mengerahkan sistem pertahanan udara HQ-9 ke Laut China Selatan bersamaan dengan digelarnya Singapura Airshow. Akibatnya rasa ketakutan semakin menyeruak di negara-negara Asia Tenggara dan akhirnya membuka lebar pasar bagi penjualan pesawat patroli maritime di wilayah ini.

Negara-negara di wilayah Laut China Selatan kemungkinan akan dipaksa untuk membuka dompet mereka lebih lebar dan berinvestasi dalam pesawat patroli maritim sebagai sarana mengawasi klaim teritorial Beijing.

“Bahkan negara-negara seperti Malaysia, yang memiliki hubungan hangat dengan Beijing, telah menjadi khawatir dengan klaim China ke Laut Cina Selatan,” kata Dan Darling, seorang regional analyst di Forecast International, sebuah perusahaan analisis pasar sebagaimana dikutip Defense News Minggu 21 Februari 2016.

“Kebutuhan untuk memperoleh aset pengumpulan intelijen, pengawasan dan peringatan dini dalam rangka melakukan kontrol terhadap ekonomi, keamanan dan teritorial sekarang telah menjadi penting di negara-negara seperti Filipina,” tambahnya.

China dan itu tetangga di Laut Cina Selatan telah mempertengkarkan pulau yang disengketakan selama beberapa dekade. Dan dalam beberapa waktu terakhir China makin agresif dengan melakukan pembangunan di sejumlah pulau yang dikonflikkan bahkan menempatkan sistem pertahanan udara yang semakin meningkatkan ketegangan situasi.

Angkatan bersenjata di seluruh wilayah ini terus berusaha untuk menutup kesenjangan kemampuan tetapi telah terhambat oleh kurangnya dana. Menurut Forecast International, permintaan senjata dari wilayah ini terus meningkat meski dana tetap jadi masalah.

Ketegangan dengan China mungkin mengubah pemikiran itu, sebagai eksekutif di sini melaporkan sejumlah besar permintaan informasi mengambang di sekitar wilayah tersebut.

Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei dan Taiwan semuanya terlibat dalam sengketa wilayah dengan China di Laut China Selatan. Hampir semua memiliki rencana untuk pengadaan pesawat patroli maritime atau Maritime Patroli Aircarft (MPA).

Singapura saat ini masih mengopeasikan Fokker 50 tua  juga tidak bisa mengesampingkan untuk memiliki platform ini, menurut Forecast International. Negara ini bahkan mungkin akan membeli P-8 Peseidon yang sanga canggih.

Saab juga menganggap kapal selam merupakan ancaman yang berkembang dan memperkirakan kawasan Asia Pasifik akan menjadi rumah bagi lebih dari 100 kapal selam pada tahun 2020.

Persaingan Ketat


Dengan kondisi ini tidak mengherankan banyak pembicaraan di Singapura Airshow berputar sekitar pesawat patroli maritim dan anti-kapal selam. Seperti biasa, sebagian besar pembicaraan yang terjadi di balik pintu tertutup, meskipun Saab membuat pengumuman publik dengan meluncurkan dua program baru.

Perusahaan Swedia memilih Singapura untuk mengumumkan platform MPA mereka dengan peluncuran pesawat MPA bemesin turboprop dan jet menggunakan sistem misi Swordfish yang terpasang pada versi modifikasi dari pesawat Q400 dan jet bisnis Global 6000.

Berbekal sonobuoys, Saab juga membawa rudal ringan anti kapal RBS-15. Sementara Global 6000 akan menjadi versi mini dari P-8 yang berbasis pada Boeing 737.

Perusahaan juga memberikan rincian lebih lanjut tentang pesawat peringatan dini dan kontrol (AEW), yang merupakan bagian dari kesepakatan peluncuran dengan Uni Emirat Arab akhir tahun lalu. Selain AEW, sistem, dikenal sebagai GlobalEye, secara bersamaan dapat melakukan pengawasan darat dan maritim.

Persaingan sangat ketat terjadi di sektor MPA. Misalnya, Elbit dan L-3 yang keduanya juga mengembangkan dari Q400. Selain itu Elbit Israel juga sedang mengembangkan Bombardier 5000 MPA yang akan head to head dengan produk Saab.

Dari raksasa industri seperti Boeing, Airbus dengan CN-235 dan C295, hingga industri kecil seperti RUAG dengan Dornier 228 telah mencoba untuk menghidupkan bisnis MPA.

Jadi apakah ini awal dari akhir untuk maritim bermesin turboprop? Fernando Ciria, Direktur Pemasaran untuk pesawat militer di Airbus Defense & Space mengatakan tidak. “Kami menjaga akan dengan C295 dan CN235 turboprop. Kami pikir turboprop tetap berlaku di sebagian besar pasar, menawarkan kompromi kecepatan transit yang baik dan kemampuan yang baik untuk operasi berkeliaran di ketinggian rendah, kecepatan rendah dan biaya rendah, “katanya.

Biar Pink Centil, Tampang Tornado GR4 Tetap Garang


Sebuah RAF Tornado GR4 diberi skema cat ‘pink gurun’ ikon Perang Teluk untuk merayakan 25 tahun ops tempur berkesinambungan


Sebuah jet tempur Tornado GR4 milik Royal Air Force (RAF) atau Angkatan Udara Inggris dicat dengan warna centil. Skema “pink desert” ini dilakukan untuk menghormati pesawat yang terus menerus melakukan pelayanan sejak Perang Teluk 25 tahun yang lalu.

Jet, ZG750 dan berbasis di RAF Lossiemouth dengan Skuadron XV (R), adalah salah satu yang mengambil bagian dalam Operation Desert Storm (Inggris memberim kode dengan Operation Granby), kampanye udara untuk membebaskan Kuwait yang diserang Irak.


Pada 28 Februari 2016, pada ulang tahun ke-25 penarikan pasukan ‘Saddam Hussein dari Kuwait, pesawat akan melakukan flypast di Arboretum Nasional untuk menghormati pasukan Inggris terlibat dalam Perang Teluk.


Sirip pesawat membawa 11 tanda “battle honours,” mengingat layanan ini hampir terus menerus menggunakan Tornado pada operasi di seluruh dunia sejak tahun 1991, sebuah prestasi yang menurut Marsekal Gary Waterfall, yang bertanggung jawab pada pesawat tempur RAF dan Pejabat Komandan Grup 1 RAF sebagai hal yang jelas membanggakan.


“Royal Air Force dapat melihat kembali layanan Tornado pada Operasi Granby dengan bangga. Dalam 25 tahun sejak Perang Teluk, Tornado telah membuktikan dirinya lagi dan lagi untuk menjadi pesawat serang tangguh dengan catatan operasional yang bikin iri dengan hari ini masih terus berempur melawan ISIS.”

Apapun warnanya, meski pink centil, pesawat tempur tambun ini tetap cukup garang.

50 MiG-29 Dijual ke Afrika Utara, Mesir-kah?


Perusahaan produsen pesawat Aircraft Corporation Rusia telah mengumumkan penjualan sebanyak 50 jet tempur MiG-29 M / M2 ke negara Afrika Utara. Namun nama pasti negara itu tidak disebutkan.

Rusia RIA Novosti dikutip wakil direktur perusahaan Alexey Beskibalov mengatakan dua pesawat pertama akan dikirim ke Afrika akhir tahun ini.

Beskibalov mengatakan kesepakatan untuk pengiriman pesawat tempur ditandatangani pada bulan April tahun lalu.

Melihat pernyataan ini maka kemungkinan besar pesawat itu diperuntukkan untuk Mesir.
Pada bulan Mei 2015, harian bisnis Rusia Vedomosti melaporkan bahwa Mesir ingin memperoleh setidaknya 46 jet tempur MiG-29 sebagai bagian dari kesepakatan senjata dengan Rusia senilai US$ 3 miliar yang ditandatangani selama kunjungan Presiden Abdel Fatah El Sisi ke Moskow bulan sebelumnya. Pejabat Angkatan Udara Mesir juga mengunjungi pabrik MiG tahun lalu.

Armada baru MiG 29 kemungkinan akan menggantikan armada tua MiG-21 dan buatan J-7 China yang masih melayani Angkatan Udara Mesir.

Sementara itu, Angkatan Udara Aljazair juga telah menerima pengiriman dua helikopter Mi-26T2 dari Rusia. Aljazair memerintahkan 14 helikopter Mi-26T pada Juni 2013 dan dua yang pertama disampaikan pada bulan Juni tahun lalu. Dua helikopter diyakini telah dikirim ke Aljazair akhir bulan November tahun lalu, namun kedatangan mereka baru dikonfirmasi pekan lalu.

Mesir dan Aljazair tetap pelanggan terbesar dan operator perangkat keras militer Rusia yang mencakup jet tempur, helikopter dan sistem pertahanan udara.


Jeruk Minum Jeruk, Rusia Serukan AS Tanggung Jawab dalam Pilih Target Serangan


Moskow menyerukan kepada Amerika Serikat dan negara-negara NATO lain untuk menunjukkan tanggung jawab dalam memilih target dalam serangan udara mereka untuk menghindari korban di kalangan warga sipil. Seruan itu dikeluarkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam komentar yang diposting di situs kementerian Sabtu 20 Februari 2106.

“Kami menyerukan kepada Amerika Serikat dan negara-negara NATO lainnya untuk bertanggung jawab dalam memilih sasaran, seperti kekuatan dirgantara Rusia lakukan di Suriah. Ada banyak laporan tentang warga sipil tak berdosa tewas dalam serangan udara NATO. Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya jelas harus dipandu oleh hukum internasional dalam melakukan operasi tersebut. Mereka seharusnya tidak bertindak secara sepihak tetapi sebaliknya mereka harus mengkoordinasikan langkah-langkah mereka dengan semua anggota komunitas internasional yang bersangkutan, “kata dokumen itu.

Pernyataan itu mengungkit peristiwa pada 28 November 2015 ketika Amerika menyerang Libya. “Kami menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga para perwira dari kedutaan Serbia di Libya, Jovica Stepic dan Sladjana Stankovic, yang tewas akibat serangan udara AS di sebuah fasilitas di mana mereka ditahan sebagai sandera ISIS. Orang-orang ini diculik pada 28 November 2015. Belgrade menyadari keberadaan mereka dan dalam pembicaraan pembebasan mereka, “kata kementerian luar negeri Rusia.

Sebenarnya bukan hanya Amerika dan NATO yang kerap dituduh melakukan serangan salah sasaran. Rusia juga kerap disebut melakukan serangan membabibuta di daerah Suriah yang mengakibatkan ratusan warga sipil tewas.  Pada 15 Februari misalnys, setidaknya 14 warga tewas akibat peluru kendali menghantam rumah sakit anak-anak, sekolah dan tempat lain di kota Azaz, yang dikuasai pemberontak Suriah di dekat perbatasan Turki. Pesawat Rusia dituduh ada di balik serangan ini.

Sejumlah video juga menunjukkan serangan Rusia juga terkesan membabi buta dengan menggunakan bom bodoh dan bom cluster yang seharusnya digunakan untuk menghancurkan kelompok besar tank, tetapi digunakan di permukiman padat penduduk. Jadi apa bukannya jeruk minum jeruk kalau seperti ini?

Putin Puji Setinggi Langit Prajuritnya di Suriah


Presiden Rusia Vladimir Putin memuji tindakan militer Rusia di Suriah sebagai hal yang layak mendapat penilaian tertinggi. Misi ini dilakukan untuk membela kepentingan nasional Rusia dan bantuan anti-teror untuk melindungi warga sipil.

“Keterampilan tempur militer kita terus diperbaiki dan sekarang dalam operasi militer di Suriah. Dalam pertempuran di negara Timur Tengah ini, prajurit dan petugas kami membela kepentingan Rusia, memadamkan teroris yang menyebut kita sebagai musuh mereka,”kata presiden pada resepsi di Kremlin yang didedikasikan untuk Fatherland Defender’s Day pada 23 Februari 2016.

“Misi tempur pilot, pelaut dan prajurit Rusia dari unit dukungan layak mendapat pujian tertinggi,” kata Putin, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata Rusia tersebut. “Dalam kondisi sulit, mereka membantu tentara pemerintah Suriah dalam upaya anti-teror untuk mengalahkan teroris dan menyelamatkan warga sipil dari kekerasan, kebiadaban dan kemarahan.”

“Kami selalu mencoba untuk menyelesaikan semua masalah secara eksklusif dengan cara politik dan diplomatik. Kami selalu melakukan yang terbaik untuk menstabilkan situasi di negara yang berbeda, untuk membantu menyelesaikan konflik akut,” tekan pemimpin Rusia. “Mari kita lakukan sekarang juga.”

Pasukan Rusia melancarkan serangan pinpoint terhadap sasaran negara ISIS dan Jabhat al-Nusra di Suriah mulai 30 September 2016. Sejumlah jet tempur canggih dikirim dalam misi ini.

Drone AS Jatuh Lagi


Sebuah drone atau pesawat tak berawak milik Amerika Serikat kembali jatuh di sebuah lapangan udara di Afghanistan selatan. Kejadian itu kurang dari tiga bulan setelah pesawat yang sama juga jatuh di dekat pegunungan Kabul.

Menurut juru bicara Angkatan Udara AS di Afghanistan, Kapten Bryan Bouchard, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa jatuhnya pesawat drone senilai US$14 juta itu.

“Kejadian itu terjadi di lapangan terbang Kandahar. Ororitas Angkatan Udara AS akan menyelidiki penyebab kecelakaan itu namun dapat dipastikan bukan karena tembakan musuh,” katanya sebagaimana dikutip Reuters, Minggu 21 Februari 2016.

Drone milik AS telah memainkan perang yang penting dalam perang melawan anggota kelompok militan di Afghanistan. Dipandu dari jarak jauh oleh pilot, pesawat drone bertindak sebagai pesawat mata-mata dan bisa berubah menjadi mesin penyerang yang efektif terhadap tersangka anggota kelompok militan.

Sebelumnya, pada bulan November lalu, pesawat drone jenis Reaper yang beroperasi di Kandahar dan dipersenjatai dengan rudal hancur ketika itu jatuh di sebelah timur laut pangkalan militer di daerah pegunungan. Penyebab kecelakaan tidak dipublikasikan, namun militer menegaskan bukan hasil tembakan dari darat

4 Alasan Kenapa BrahMos Layak disebut Rudal Paling Mematikan


Rudal jelajah BrahMos India adalah satu senjata paling mematikan di dunia. Dikembangkan bersama dengan Rusia, rudal ini adalah juga satu senjata yang paling serbaguna dalam pelayanan dengan Angkatan Bersenjata India. Dan inilah yang membuat senjata musuh takut yang paling.

Benar-Benar Cepat


BrahMos terbang di lebih dari tiga kali kecepatan suara. Tidak ada pesawat tempur dalam pelayanan aktif di mana saja di dunia yang bisa terbang secepat itu. Jadi menangkap BrahMos dalam penerbangan hampir mustahil. Kecepatan ini juga memberikan yang banyak energi kinetik untuk melenyapkan target. Tidak peduli apakah itu sebuah bunker beton atau kapal angkatan laut, jika BrahMos telah diluncurkan maka yang ada adalah kata ” bye-bye”.

Serbaguna


Rudal ini dapat diluncurkan dalam beberapa cara. Baik dari darat ketika dipasang pada truk, dari kapal angkatan laut, dan versi udara yang sedang akan diuji. Angkatan Udara India diharapkan untuk melengkapi 40 Sukhoi-30MKI dengan varian ini. BrahMos dapat diluncurkan secara vertikal atau dalam modus tempur tembak konvensional. Ini sudah terbukti kemampuan peluncuran bawah lautnya, sehingga sangat mungkin bahwa kapal selam India di masa depan akan dilengkapi dengan rudal ini juga. Rudal telah menembus target kapal tepat di atas garis air ketika dipecat dalam modus skimming laut, sehingga satu-satunya laut menggelapkan rudal supersonik di dunia.

Sangat Akurat


Dalam salah satu tes, rudal itu mampu membedakan antara sekelompok bangunan di lingkungan perkotaan dan mencapai target yang ditetapkan. Juga, itu satu-satunya rudal di dunia yang bisa bermanuver pada kecepatan supersonik. Blok-III dari rudal menukik pada target dari atas, saat bepergian di Mach 2,8. Kemampuan menyelam curam ini memungkinkan Angkatan Darat menargetkan musuh bersembunyi di balik fitur geografis seperti bukit di mana tembakan artileri tradisional mungkin tidak dapat mencapai. Pada kebanyakan tes, telah diterbangkan lebih dari 290 km untuk mencapai target tidak lebih besar dari 5 meter dalam ukuran. Itu seperti membuat tembakan sniper.

Mematikan


Generasi berikutnya dari rudal akan diberi nama BrahMos – II yang akan mampu terbang lebih cepat yakni dengan kecepatan hipersonik, sampai dengan tujuh kali kecepatan suara, sehingga hampir tidak mungkin untuk dihentikan. Versi yang lebih kecil yang disebut Brahmos-M juga sedang dibuat. Ini lebih kecil, tapi lebih cepat dan memiliki kisaran yang sama, sehingga pesawat tempur seperti Su-30 Mki dan Mig-29K dapat membawa lebih dari satu rudal. 

Minggu, 21 Februari 2016

Kesepakatan Pembelian Rafale Perancis-India Buntu Lagi


Kesepakatan pembelian 36 pesawat tempur Rafale antara India dan Perancis kembali menemui jalan buntu. Menteri Pertahanan India belum puas dengan harga yang diminta pihak Perancis, sementara Perancis juga tidak sepakat dengan harga yang diajukan pihak India.

“Harga adalah masalah yang perlu diselesaikan, selama tidak mendapatkan harga yang tepat, saya tidak dapat menandatangani, tapi kami sepakat pada isu-isu lain seperti pengamanan (suku cadang), pengadaan dan metode perakitan” kata Menteri Pertahanan India Manohar Parrikar kepada India Today.

Perancis dan India telah mencapai kesepakatan sementara mengenai akuisisi 36 pesawat tempur Rafale selama kunjungan Presiden Prancis Francois Hollande di India, tapi tanpa kesepakatan tentang ‘harga‘.

“Saya tidak bisa terburu-buru (sepakat) pada harga karena saya tidak puas,” kata menteri India.
Ada jurang yang lebar antara kedua belah pihak. Perbedaan yang Perancis tuntut dan apa yang India bersedia bayar terlalu besar untuk bisa menuju selisih sekitar 25 persen, lapor Bisnis Standard mengutip dari sumber Kementerian Pertahanan.

Menteri Pertahanan belum bisa memastikan kapan kesepakatan pembelian itu bisa ditanda tangani, menurutnya masih perlu waktu berbulan-bulan dengan terus mengintensifkan pertemuan dengan pihak Peracis. Menurutnya pihak India tidak ingin menetapkan batas waktu untuk menyelesaikan perbedaan masalah harga.

Dengan terus buntunya kesepakatan pembelian Rafale India ini, bisa dipastikan rencana India untuk memperkuat Angkatan Udaranya hingga berjumlah 25 skuadron bisa mundur lagi, dan bukan tidak mungkin keinginan Angkatan Udara India untuk mengakusisi lagi 40 pesawat tempur Su-30MKI semakin kuat.

Rusia Akan Lakukan Uji Coba Rudal Balistik RS-26


Pasukan Rudal Strategis Rusia akan melakukan uji-tembak RS-26 RUBEZH state-of-the-art rudal balistik antarbenua pada kuartal kedua tahun 2016.

Menurut seorang sumber industri pertahanan Rusia mengatakan, “uji penembakan yang akan dilakukan pada kuartal kedua tahun ini dilakukan dari pusat pengembangan dan pangkalan roket Kapustin Yar di wilayah Balkhash, Kazakhstan.”

Rudal balistik RS-26 solid-propelan memiliki kode nama RUBEZH, dan didasarkan pada rudal RS-24. Rudal RS-26 diharapkan akan lebih ringan dari rudal RS-24 Yars dan akan membawa beberapa hulu ledak (rudal Yars hanya dilengkapi dengan satu hulu ledak).

Dalam uji coba nanti, RS-26 akan diluncurkan dari sistem peluncur mobile karena tidak memiliki versi berbasis silo. Rudal tersebut diharapkan dapat memperkuat divisi rudal Irkutsk dari Pasukan Rudal Strategis Rusia pada tahun 2016. Menurut satu sumber kuat, uji-tembak RS-26 akan dilakukan pada pertengahan Maret 2015.

Inggris Dituduh Mencuri Hujan Siprus


Angkatan udara Inggris (RAF) dituduh oleh pemerintah Siprus melakukan rekayasa cuaca, yang memungkinkan pesawat tempur Tornado dan Typhoon bisa melakukan misi pemboman ke Suriah dan Irak dalam cuaca yang cerah.

Ramalan cuaca Siprus baru-baru ini memprakirakan hujan lebat akan mengguyur wilayahnya, namun yang terjadi Siprus tetap mengalami cuaca kering, bahkan ekstra kering yang melanda kepulauan Mediterania di Siprus.

Inggris dituduh melakukan rekayasa ‘cloud-seeding’ yakni teknik menggunakan bahan kimia untuk mengalihkan awan hujan. Tuduhan yang menurut media Inggris ‘aneh’ muncul setelah ramalan cuaca memprakiraan siprus akan mengalami hujan lebat lokal pada awal Februari namun ternyata cuaca tetap kering.

Menteri Pertanian Siprus Nicos Kouyialis saat ini memerintahkan penyelidikan resmi untuk mengetahui kebenarannya. Nicos Kouyialis menyatakan kepada komite parlemen Siprus,”Tindakan tersebut bisa mengubah iklim Siprus karena dapat mengubah atmosfer bumi, dan zat kimia yang ditaburkan di udara berpotensi mengubah kemampuan atmosfer untuk menghasilkan hujan “.

Kementerian Pertahanan Inggris membantah tuduhan tersebut, dan menyatakan klaim dari Siprus tersebut tidak benar.

Su-27 Rusia Kawal Tu-22M3 Long-Range Bombers




Jet tempur Su-27 berlatih mengawal pembom jarak jauh Tu-22M3, yang dilakukan dalam penerbangan terjadwal di atas wilayah Leningrad dan Karelia serta zona Laut Barents.

Pilot dari Russian Western MD aviation diganti oleh pilot Su-27 dari Northern Fleet naval aviation, setelah mereka tiba di batas udara yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, para pilot juga dilatih melakukan pencegatan dan menghancurkan target udara selama duel simulsi udara.