Pada hari Senin 29 Februari 2016, Parlemen Eropa dalam voting 359-212 setuju untuk melakukan gerakan non-mengikat ang menyerukan semua negara Uni Eropa untuk memberlakukan embargo senjata pada Saudi Arabia. Seruan ini dilakukan karena kekhawatiran atas kematian warga sipil dan dan senjata yang dibeli akan jatuh ke ISIS. Embargo datang setelah berbulan-bulan kelompok hak asasi manusia menuntut penghentian ekspor senjata Eropa ke Saudi.
Tapi karena tidak mengingat, Inggris sepertinya cuek-cuek saja. Bahkan sehari setelah keputusan itu dikeluarkan Perdana Menteri Inggris David Cameron justru bercerita banyak tentang perluasan penjualan senjata Inggris untuk Saudi seperti pesawat tempur Typhoon.
Cameron mengatakan bahwa selama beberapa bulan ke depan pemerintahannya akan fokus pada ekspor untuk memastikan pesawat tempur yang dibangun BAE tersedia dan dijual di seluruh dunia. Tapi pertama-tama, ia mengamati, “Kami punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk Arab Saudi.”
Amnesty International menilai pernyataan Perdana Menteri Cameron sebagai hal preseden buruk. “Inggris membuat preseden berbahaya ke seluruh dunia dengan terus memasok senjata ke rezim dipertanyakan seperti Arab Saudi.” Kata Oliver Sprague, Direktur Amnesty’s UK Arms Control Program.
Selama berbulan-bulan, Saudi telah menghadapi kecaman internasional yang luas untuk laporan berulang pembunuhan warga sipil dalam serangan udara mereka ke Yaman. Sebuah laporan PBB menyatakan serangan udara Arab sama dengan kejahatan perang, dengan temuan praktek memaksimalkan korban sipil yang disengaja. Meskipun demikian, baik pemerintah Amerika Serikat dan Inggris mendukung Arab Saudi dalam konflik Yaman dan tetap memasok senjata ke Riyadh.
Insentif ekonomi domestik, baik untuk AS dan Inggris, tampaknya mengemudi kelanjutan tentu semua kembali ke masalah ekonomi dan uang.
0 komentar:
Posting Komentar