Sabtu, 12 Maret 2016
Home »
» Kapal Selam Nuklir Terbesar di Dunia Milik Rusia akan Dilucuti
Kapal Selam Nuklir Terbesar di Dunia Milik Rusia akan Dilucuti
Sebuah kapal selam kelas rudal nuklir Typhoon, Arkhangelsk yang merupakan kapal selam terbesar di dunia milik Rusia akan dilucuti senjatanya. Hal ini dilakukan sesuai dengan perjanjian New START antara Moskow dan Washington.
“Sesuai dengan perjanjian New START antara Rusia dan AS, galangan kapal negara Zvezdochka di kota Rusia bagian utara Severodvinsk akan melucuti sistem rudal dari kapal selam Arkhangelsk,” kata layanan pers galangan kapal kepada kantor berita TASS, Jumat 11 Maret 2016.
“Kami akan menghapus peluncur rudal kapal selam dan menyegelnya, sehingga mustahil untuk kapal menggunakan senjata rudal,” tambah layanan pers. “Kami tidak berbicara tentang pembongkaran kapal selam itu sendiri. Tender untuk prosedur belum diumumkan. ”
Menurut data yang diterbitkan oleh badan nuklir Rusia Rosatom, perlucutan senjata kapal selam ini diperkirakan akan menelan biaya sekitar US$400.000.
Kapal selam rudal balistik Arkhangelsk TK-17 dirancang pada tahun 1987 di bawah Proyek 941 ‘Shark’ (atau disebut Typhoon oleh NATO). Proyek ini bertujuan untuk melengkapi Angkatan Laut Soviet dengan kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir, dan membangun kapal selam terbesar yang pernah dibangun. Kapal selam raksasa ini bisa untuk memberi fasilitas hidup yang layak untuk 179 awak ketika terendam selama berbulan-bulan, dan bisa menjadi gudang 20 rudal balistik antarbenua.
Tiga dari enam kapal selam kelas Typhoon yang dibangun pada 1980-an telah dibongkar di galangan kapal di Severodvinsk. Dari tiga kapal selam yang tersisa yakni Arkhangelsk dan Severstal juga diputuskan untuk dilucuti. Sementara Dmitri Donskoi, satu kapal selam kelas Typhoon yang tersisa saat ini menjalani prosedur modernisasi dan kini dilengkapi sistem untuk menguji sistem rudal berbasis laut Bulava.
The New START yang bertujuan untuk pengurangan kemampuan senjata nuklir dunia dirancang untuk mengurangi stok nuklir Amerika dan Rusia dan mulai berlaku pada tahun 2011. Perjanjian ini menggantikan perjanjian 1991 yang memberlakukan batas lebih rendah untuk jumlah hulu ledak dan sistem pengiriman.
Mengomentari kemajuan yang dibuat pada tahun kelima perjanjian pada bulan Februari, Menteri Luar Negeri AS John Kerry memuji kedua belah pihak pada kerjasama yang sukses di lapangan.
“[Perjanjian New START] terus menjadi area kerja sama dan dialog lanjutan antara Amerika Serikat dan Rusia. Saya dan Presiden Obama meyakini bahwa dua negara yang mengantar era senjata nuklir, memiliki tanggung jawab khusus untuk memimpin dunia di luar, “katanya dalam sebuah pernyataan.
Hanya saja di sisi lain ketika ada perjanjian itu AS juster berencana untuk meng-upgrade 180 bom strategis B61 yang ditebar di pangkalan udara Eropa untuk ditingkatkan menjadi versi B61-12. Hal ini memunculkan keraguan apakah AS mematuhi perjanjian senjata non-proliferation treaty (NPT) nuklir.
0 komentar:
Posting Komentar